BANG RENDY, ATLIT BINARAGA IDAMAN
Intro: bagi kalian yang menyukai gay story yang bercerita mengenai binaraga atau pria kekar gagah perkasa, silakan membaca cerita ini. Cerita cukup panjang, tapi dijamin sangat menarik dan bikin bangun. Hehe
Enjoy! Admin MuscleWorshipID
.......
Namaku Alan, 2 bulan lalu tepat berusia 24 tahun, masih terbilang cukup muda, tetapi syukurnya setelah lulus kuliah di salah satu kampus di Bandung, aku langsung mendapat kerja di salah satu bank di kota Bandung juga. Wajahku cukup menarik, bisa dikatakan imut untuk seumuranku karena dianugerahi wajah baby face. Kulitku putih khas orang sunda, tinggi 173 cm, tidaklah buruk untuk orang Indonesia. Tubuhku cukup atletis meskipun tidak berotot, proporsional layaknya pegawai bank pada umumnya. Aku tidak berharap terlalu berotot, setidaknya proporsional dan terlihat fit, untuk menjaga kondisi itu, maka aku pergi ke pusat kebugaran (gym) 4 kali seminggu.
Hari itu Bandung macet sekali, hari jumat yang melelahkan, namun terbayar ketika menyadari bahwa besok adalah hari libur.
Hari itu Bandung macet sekali, hari jumat yang melelahkan, namun terbayar ketika menyadari bahwa besok adalah hari libur.
Aku sesekali melihat keluar jendela
kantor, mengamati sudut jalan Setiabudi yang luar biasa padat menjelang akhir
pekan di sore hari itu. Tepat pukul 17.00 alarm di HP-ku berbunyi menandakan
jam pulang. Meskipun bahagia ketika menyadari bahwa jam kerja sudah beres, aku
mulai kebingunan dan berpikir panjang bagaimana cara menembus jalanan dengan
mobilku.
Aku bergegas masuk ke mobil, namun
kemudian hanya terdiam duduk sembari memasang sabuk pengaman. Kupikir akan
lebih baik jika aku menunggu kemacetan berkurang dengan mencari makan di sebelah
salah satu supermarket tak jauh dari kantor.
Aku memutuskan makan malam, well sebenarnya masih sore, tapi tidak
apalah mengingat malam ini aku berniat latihan di gym. Makan lebih awal agar
perut tidak penuh ketika mengangkat beban maupun kardio.
Sembari menyantap ayam bakar, sesekali
aku memainkan HP melihat-lihat insta-story (instagram) di layar.
Setelah makanan habis, aku
memutuskan berdiam diri dulu sampai sekitar pukul 19.00, istilah umumnya, biar
makanannya turun dulu. Sembari berdiam diri, aku melanjutkan melihat-lihat instagram
dan sesekali membuka salah satu akun fitness favoritku. Disana dipost
foto-foto pria berotot yang memamerkan ototnya dengan bangga. Melihat-lihat
foto demikian membuatku berpikir 'pasti asik punya pacar salah satu dari
mereka', well, itulah fantasiku, meskipun belum pernah terwujud, tapi
itulah salah satu tujuanku pergi ke gym selain latihan, yakni melihat-lihat
pria berotot berpose. Itu juga alasan kenapa aku lebih memilih gym biasa yang
standar di daerah pinggiran ketimbang gym mahal di mall mall di Bandung,
karena di gym pinggiran-pinggiran itulah umumnya mereka yang benar-benar tekun
menggeluti dunia 'pahat
tubuh'
berlatih. Lagi pula, aku lebih suka pria berkulit coklat yang suka berjemur
dari pada pria-pria di gym mahal yang memakai barang-barang mahal dan berkulit
mulus nan putih.
Setelah membuka satu persatu foto
baru yang belum pernah aku buka di akun itu, aku terdiam ketika membuka salah
satu foto yang baru diupload beberapa jam lalu itu. Foto seorang pria berbadan
luar biasa kekar dibalut kulit kecoklatan yang berkilau karena keringat dan
urat-urat yang menjalar di sekujur tubuhnya, 'luar biasa, seksi'.
Sayangnya foto pria tersebut dipasang sebuah emoji di bagian wajah, sehingga
menutupi wajahnya, tapi itulah yang membuatku semakin penasaran dengan sosok
pria tersebut. Aku melihat foto itu baik-baik dan menyadari bahwa pemilik
fotonya di-tag (ditandai) di foto tersebut. Akhirnya aku membuka akun
pemilik foto tersebut.
Namanya Rendy, Bang Rendy
lebih tepatnya, sebab dari username-nya aku menduga
bahwa dia lahir di tahun 90, itu berarti dia berusia 27 tahun.
Berdasarkan
pengamatanku di bio-nya, Bang Rendy ini tinggal di
Surabaya, atlit bunaraga sekaligus men’s physics di surabaya yang banyak memenangkan kejuaraan regional, ‘luar
biasa’.
Setelah dengan teliti aku membuka
satu persatu foto instagramnya yang tidaklah banyak, sekitar 30-an, tanganku
menjadi gemetar karena excited menyadari bahwa tubuh Bang Rendy
benar-benar luar biasa, tipe pria yang sering aku jadikan bahan pelampian nafsu
dengan hanya sekedar melihat-lihat dan membayangkan. Ototnya tebal dan sangat lean
(kering), urat-urat menjalar di sekujur tubuhnya, kulitnya memang asli coklat
tanpa tanning atau berjemur, mengingat dia orang jawa. Serat-serat ototnya
tampak nyata di sekujur tubuhnya, berbarik-barik. Dia tidak malu memamerkan
fotonya berpose sambil basah kuyup karena keringat, hal itu semakin membuatku
tergila-gila olehnya.
Dari follower instagramnya
maupun akun yang di follow Bang Rendy, jumlahnya tidaklah banyak,
dibawah 500, dan tidak menunjukan tanda-tanda kalau Bang Rendy adalah gay,
sebab tidak ada akun gay yang dia follow. Disitu hatiku sedikit hancur
menyadarinya. Well, hal seperti itu sering terjadi, banyak pria-pria yang aku
kagumi dan sukai di instagram kemudian setelah stalking lebih lama dengan akun yang di
follow mereka, akhirnya membuka tabir bahwa mereka pria Straight.
Tapi tidak apalah, gay atau straight, aku akan tetap mengagumi Bang
Rendy. ‘Dan tetap berharap bisa bertemu dengannya maupun menjadi
pacarnya’, dalam fantasiku. Meskipun akupun tidak akan pernah berani
mengirim private message atau berkomentar di instagramnya dengan kalimat
aneh. Tapi setidaknya aku bisa coli dengan membayangkan tubuh Bang Rendy.
Setelah beberapa saat aku membuka
akun Bang Rendy, tiba-tiba ada foto baru yang Bang Rendy upload kali ini,
sebuah foto koper dan tas, penasaran akhirnya aku membuka foto tersebut dan
membaca captionnya. Disitu tertulis “Sampai di kosan baru, di kota Kembang”. Deg...
deg... jantungku berdetak kencang, apakah ini berarti Bang Rendy pindah ke
Bandung? Pikirku bertanya-tanya.
Setelah
beberapa detik terdiam, aku me-refresh foto tersebut dan mendapati
beberapa komentar di foto tersebut. Dari komentar-komentar yang sebagian
berbahasa jawa, aku sedikit banyak menyadari bahwa Bang Rendy sudah berangkat
dari surabaya dari kemaren dan sampai ke Bandung tadi pagi, itu berarti foto
tersebut mungkin diambilnya tadi pagi atau siang, dan dia baru menguploadnya
sekarang.
Aku bertanya-tanya, dimanakah Bang Rendy
ini tinggal di bandung. Baru kali ini aku suka pria lewat media sosial segila
ini. Wajahnya, rahangnya yang maskulin, bulu jenggot dan kumis tipis (beard)
yang membuatnya tampak semakin jantan, ekspresi yang tegas, badan kekar
berotot, semuanya membuatku tergila-gila dengan Bang Rendy lebih dari siapapun
juga di instagram.
Tubuh kekar dan wajah yang
orang-orang bilang 'sangat jantan' itu membuat instingku perpikir, seberapa
'pria' kah Bang Rendy ini. Seberapa jantan dan kuatkah sosok
aslinya di dunia. Sebab semua orang di instagramnya tampak menganggapnya
sebagai guru binaraga di banding teman instagram biasa.
Aku kaget ketika menyadari jam sudah
menunjukan pukuk 19.20, waktu berjalan begitu cepat ketika aku mengamati
foto-foto Bang Rendy di sudut restoran itu. Tak beberapa lama aku bersiap
menuju kasir dan membayar bill, sebab aku harus bergegas ke gym sebelum mereka
tutup jam 10 malam.
Jalan setiabudi masih cukup macet,
aku tiba di gym sekitar pukul 20.00 di kawasan Sarijadi, tak jauh dari kosku.
Aku sudah menyiapkan beberapa baju olahraga dan sepatu di bagasi mobil jika
sewaktu-waktu hal seperti ini terjadi, aku tidak sempat pulang ke kosan dan
langsung menuju gym.
Mas Uut, penjaga gym, orang jawa
asli yang masih medog meskipun sudah 5 tahun di Bandung adalah orang baik, dia
membukakan pintu gym ketika aku mau masuk sembari menyapaku “hey pak Boss,
tumben baru dateng?,” tanyanya dengan logat medog dan sedikit senyum nyengir di
wajahnya tampak sedikit konyol, sangat kontras dengan tubuh sekel yang
dimilikinya. “iya mas, macet tadi, jadi sekalian saya makan dulu, nunggu jalanan rada longgar,”
jawabku sembari senyum.
“Mana ada setiabudi longgar bos,
sampe gym tutup juga macet kalau lewat daerah sana mah”, mas Uut berkata
sembari menyerahkan kunci loker.
“Iya juga sih mas, ya mau gimana
lagi hehe”, jawabku sedikit nyengir. “Aku ganti baju dulu mas”, tambahku, kemudian berjalan ke ruang loker.
“Boss, lupa, hari ini anak-anak ada
acara bakar-bakaran ayam, jadi paling aku juga mau pergi abis ini” teriak mas
Uut ketika aku berjalan ke arah ruang loker, ucapannya membuatku kembali
berjalan ke arahnya. “Lahh mas, terus aku ga bisa latihan dong” ucapku sedikit
kecewa. “Bisa bisa santai aja... nanti kuncinya tak kasih ke pak bos, nanti
habis beres latihan taruh di bawah pot bunga di samping pintu yaa”, jawabnya, “gapapa,
aku sudah percaya sama pak boss, santai aja”, tambahnya. Mas uut menambahkan
sebelum aku sempat mau bilang tidak enak. Tapi ya sudah lah, gymnya jadi
milikku semalam, gada orang, aku bisa latihan sesuka hati.
“Ya sudah mas, kuncinya taruh di
meja sini aja ya nanti, saya mau ganti baju dulu” , ucapku meninggalkannya. “Oke
boss,” jawabnya seolah olah aku pemilik gym tersebut.
Setelah berganti baju dan menuju
area treadmill, mas Uut tiba-tiba melambaikan tangan di depan pintu sembari
teriak “kuncinya disitu bos, kalau ada yang mau latihan jangan lupa cek kartu
membernya, takut ada member baru yang pak bos ga tau nanti pak bos suruh
pulang, hehe,” mas uut teriak sambil menunjuk ke meja depan dan berlari ke
motornya. Aku balas dengan teriak “siap mass.”.
Gym tempatku
berlatih merupakan gym standar di kawasan pinggiran Bandung. Alat-alatnya
tidaklah bagus, tampak usang dan berkarat. Karpet abu-abu tampak kotor bekas
sepatu dan keringat. Aroma keringat sangat kuat di seluruh isi
ruangan, karena aku tahu beberapa waktu sebelumnya pasti gym itu ramai penuh
orang latihan di sore hari.
Musik yang biasa diputar kali ini
tidak terdengar semenjak mas Uut pergi membawa HP-nya yang digunakan sebagai
MP3 player. Gym sangat hening dan sepi, hanya diriku seorang. Akhirnya
aku memulai latihanku hari itu meskipun tidak sesemangat hari biasa karena
tidak ada pria berotot yang bisa kupandangin ketika berlatih.
Setelah 15 menit aku cardio dan
cukup panas, aku memulai latihanku, baru saja aku memegang barbel untuk latihan
bicep, seseorang dari belakangku berkata “salah mas, bukan gitu cara megangnya”.
Suaranya cukup berat, pria tentunya. Dalam pikirku 'mas uut aja ga pernah
nyela aku kok ini orang baru datang dah nyela latuhanku'. Aku pun menoleh
dan melihat ke belakang.
Deg deg deg. Mataku tidak percaya melihat sosok
di depanku, sosok pria tinggi besar, cukup tinggi sampai aku yang 173 cm berada
sejajar dengan telinganya, mataku tepat mengarah ke dagunya. Sosok jantan
berdagu persegi yang aku kagumi di instagram. Ialah Bang Rendy. Aku yakin 1000%
itu Bang Rendy. Tubuhnya, wajahnya, sama persis dengan sosok di foto instagram
tadi, bahkan lebih baik dari fotonya. Urat di bicep kanannya yang sebesar
kelingking sama persis dengan sosok di instagram tadi. Dia berdiri di depanku
dengan mengenakan singlet putih tipis yang memamerkan otot pemiliknya dengan
jelas dan terpampang nyata. Aku terdiam
bengong beberapa detik sebelum Bang Rendy akhirnya berkata lagi “mas, hei mas,
gini saya tunjukin caranya,” sembari dia mengambil barbel 10 kg dari tanganku
dan memperagakan gerakan yang tepat.
Aku masih belum bergerak semenjak
beberapa detik lalu, mungkin beberapa menit menyaksikan sosok yang aku kagumi
di instagram sore tadi berada tepat di depanku sejauh 1 meter.
“Mas, ga papa kan? sehat kan? kok diem aja”, Bang Rendy
menatapku sembari menggoyangkan bahuku. Sejenak aku sadar dan tertunduk malu,
menghadap ke lantai dengan wajah memerah malu. “Mas gapapa toh, kalau sakit
jangan latihan dulu mas, oh iya saya member baru, baru tadi siang baru join
kesini,” Bang Rendy berkata sambil memindahkan tangannya dari bahuku dan
merentangkan tangannya seperti hendak bersalaman. Akupun dengan sedikit malu
menjabat tangannya dan sedikit tersenyum malu. “Saya rendy mas,” dia
memperkenalkan diri dengan sopan khas medog jawa. “Sa-sa-saya Alan,”
sambil menjabat menggoyangkan tangan, sedikit gugup dan menyadari betapa
kasarnya telapak tangan Bang Rendy, dia pasti berlatih berat tanpa
menggunakan sarung tangan. Sementara itu, mataku tertuju pada lengan Bang Rendy yang
sangat besar dan berurat, aku mulai berpikir, pasti sosok gagah didepanku
ini sangat kuat dan perkasa. Setelah cukup lama berjabat tangan, Bang Rendy
sedikit bingung kemudian melepaskan tanganku. tampak di wajahnya ekspresi risih
dan kaget. Membuatku sedikit takut dan resah jikalau dia kemudian merasa tidak
enak. “Maaf maaf bang, saya hanya sedikit pusing, jadi kelamaan jabat tangannya,”
jawabku bohong. “Ohh santai mas, santai-santai,” jawabnya tersenyum.
Wajahnya begitu maskulin, kulitnya
sawo matang dan berkilau meskipun tak berkeringat. “Mas uut yang jaga gym
dimana ya mas?,” Tanyanya. “Lagi ada acara mas, saya mau latihan pas dia mau
pergi, jadi dia ngasih kunci ke saya,” jawabku masih sedikit gerogi. “Ohh
yasudah, yang penting bisa latihan, sudah 2 hari ga latihan saya hehe. Abis
pindahan,” jawabnya tersenyum manis.
Aku semakin yakin, pasti ini, tak
lain lagi memang Bang Rendy, dan terbukti.
“Pindahan dari mana mas?,” tanyaku
sembari mengambil barbel lagi.
“Dari surabaya mas, pindah dinas,” jawabnya cepat. Sembari dia
mengangkat tangannya dan melakukan pemanasan, tampak bulu-bulu halus di
ketiaknya yang tidak dicukur. Tercium olehku bau kejantanan seorang pria dari
ketiaknya.
“Sudah berapa lama disini?” Tanyaku
sok akrab.
“Baru tadi subuh saya sampai,” jawabnya
sambil terus pemanasan.
“Masih cape lah yaa,” lanjutku.
“Iya, 13 jam naik kereta, capek,
tapi mau gimana lagi, rutinitas tanpa batas ya ngegym, hobi dari muda mas, 2
hari ga latihan badan kerasa kecil,” ucapnya. Dari muda suka
gym, berarti sudah bertahun-tahun, pantes badannya gagah banget, pikirku nakal.
“Berapa lama bang latihan?,” Celetukku.
“Dari usia 18 tahun saya sudah
angkat beban mas hehe”, jawabnya sedikit tertawa. meskipun aku tidak tahu usia
aslinya, tapi dari perkiraanku di instagramnya tadi sore seharusnya dia 27
tahun, berarti sudah 9 tahun Bang Rendy latihan otot.
“Pantes bang, ototnya gede banget,
sampe berebut posisi itu,” jawabku sedikit becanda.
Bang Rendy tertawa sambil melangkah
ke arahku, “bisa aja mas,” jawabnya, “jangan gitu mas megang barbelnya,
dilurusin kepalannya,” tambahnya melihat tanganku memegang barbel dengan salah.
“Hehe, maaf masih amatir saya bang,” jawabku sedikit malu.
“Saya juga amatir, belum apa-apa,
sama sama belajar,” jawabnya dengan bijak dengan muka datar sembari mengatur
beban di chest press machine.
“Otot segede
gitu amatir, kalau pro mau segede apa bang, hulk?” tanyaku becanda sembari
senyum.
Bang Rendy hanya diam dan memulai
latihan dadanya tanpa merespon perkataanku, tampak di matanya dia sangat fokus
dengan latihan bebannya.
“Buseet, berapa kilo itu?,” Tanyaku kagum ketika berjalan ke
arah bang rendh untuk melihatnya mendorong chest press machine dengan beban full.
Setelah
set-nya beres, Bang Rendy baru menjawa pertanyaanku.
“Pemanasan, belum apa-apa,” jawabnya sembari melemaskan otot
dadanya.
“Gila bang, itu
100 kg buat pemanasan” jawabku kagum luar biasa pada pria super perkasa di
depanku.
“Liat nanti yaa?,” Jawabnya sedikit
pamer dan senyum. Dia memulai set keduanya.
“Bang, saya mau nutup jendelanya
dulu yaa, dingin jam segini,” ucapku sembari berjalan ke arah jendela dan
pintu.
“Monggo,” jawabnya sambil mendorong chest
press machine lagi.
Aku menututup jendela, mau
hujan pikirku, dan benar, semenjak memudian hujan turun, cukup deras.
“Wah wah wah,” celetukku. Sembari berjalan ke
arah Bang Rendy yang mengambil plat beban.
“Kenapa? Hujan ya?,” Tanyanya sambil memasang beban
tambahan ke chest press machine tanpa melihatku.
“Iya bang, deres pisan, disini tiap
malem hujan sekarang, angin lagi, dinginn...” aku menjawabnya sembari menaruh
tanganku di kedua sisi lenganku seperti orang sedang memeluk diri sendiri... “brrrr”
“Latihan yang bener atuh, biar
badannya panas, ga dingin pas hujan,” jawabnya sembari duduk kembali ke chest
press.
“Hehe siap bang, itu brapa kilo tuh,
gila-gila,” tanyaku sambil geleng-geleng kepala, kagum.
“Coba tebak?,” Jawabnya sedikit bercanda.
“150 kg,” jawabku ngasal.
“175 kg”, jawabnya sembari mendorong
chest press machine, otot dadanya menggelembung besar, serat-seratnya tampak
semakin jelas setiap repetisinya. Urat-urat di dada Bang Rendy membesar
sebesar jari kelingking setiap kali dia memompa otot dadanya.
“10, 11, 12, 13,
14, 15,” ucapku menghitung repetisi Bang Rendy. 18 repetisi dia berhenti.
“Gila bang, kuat banget, saya
setengahnya itu aja paling cuman bisa 5 repetisi,” jawabku kagum.
Bang Rendy hanya tersenyum,
melemaskan otot dadanya yang membengkak besar.
“Belum apa apa bro,” jawabnya sedikit pamer. Dia pindah
ke bench press sambil memasang bebannya, aku hanya
terdiam berdiri menontong Bang Rendy.
“Kamu ga latihan bro?,” Tanyanya
bingung mendapati aku hanya menontonnya.
“Sebenarnya lagi ga pengen bang,”
jawabku bohong, padahal alasan utama karena aku pengen melihat Bang Rendy
latihan. “Cape tadi kerja seharian banyak trouble,” jawabku berbohong lagi.
“Yowes, sini bantuin aku aja
nambahin beban ke bench press yaa, susah nyari beban pada nyebar kemana-mana.” Malam
menjelang tutup gym memang selalu begitu, orang-orang yang latihan sebelumnya
meletakkan beban seenak jidat dimana saja.
“Sini bang kubantuin,” jawabku. “By
the way bang, panggil Alan aja bang, atau Dek, saya baru 24 kok,” tambahku, “dipanggil
mas atau bro serasa aneh,” tambahku lagi sedikit becanda.
“Makasih dek”,
jawab Bang Rendy dengan intonasi biasa tapi terniang niang di telinganku. Apaa?… Bang Rendy manggil aku dek.
Jantungku berdetak kencang.
“Ambilin 25 kg itu dek,” Bang Rendy
menunjuk beban di sudut ruangan, “2 ya dek,” tambahnya.
Aku mengambil
beban itu dan membawanya di masing masing tanganku dengan sedikit effort.
“Makasih ya, ngerepotin,” ucapnya
sedikit merasa tidak enak.
“Gapapa bang, sekalian saya pengen
liat pria kuat latihan di depan mata,” jawabku sedikit becanda. “Baru kali ini di gym ini ada
orang latihan pake beban sebanyak itu,” tambahku kagum
“250 kg, besi keras, beban asli”
jawabnya menyombongkan diri dan tersenyum.
Aku melihat
tumpukan 5 beban 25 kg di masing-masing sisi stik besi itu. Total 10, berarti memang 250
kg, belum ditambah stik besi itu sendiri.
Apa Bang Rendy memang sengaja pamer? Aku mulai berpikir aneh-aneh, sebab
cukup aneh orang memulai latihan bench press dengan beban seberat itu, beban
yang setara 3 orang dewasa. Tapi aku juga berpikir, mungkin memang segini lah
beban wajar bagi Bang Rendy, toh sebelumnya dia sudah melakukan latihan dada di
chess press machine. Tapi entah seberapa itu, aku harus memberi semangat Bang
Rendy.
“Mantab bang, ayo bang, tunjukin
kekuatannya,” ucapku memberi semangat. Dari sini aku mulai berpikir bahwa
aku mulai menujukkan ketertarikanku pada Bang Rendy secara nyata, dan anehnya Bang
Rendy tidak menolak dan tidak merasa risih, dia justru tampak menyukai
perhatianku ketika aku memberikan semangat seperti tadi.
“Lihat, seberapa kuat pria di depanmu,”
tambah Bang Rendy sedikit tertawa dan bercanda sembari mulai mengangkat beban
di dadanya.
Awalnya
tangannya gemetar, setelah dia berhasil mengangkatnya secara sempurna di atas
dadanya, dia mulai membiasakan diri dengan beban meskipun tanpa bantuan
siapapun 'damn,
perkasa kali Bang Rendy' pikirku.
1, 2, 3, 4
sampai repetisi ke 8 Bang Rendy mengangkatnya dengan sempurna, di repetisi ke 9
tangannya mulai goyah, “sepuluh,” ucapku keras “ayo banggg, abang pasti kuat,
tunjukin ototnya,” teriakku menyemangati, setelah 12 repetisi, Bang Rendy
berhenti. Dia bangun dan duduk di atas bench press, keringatnya mengalir deras di
tubuhnya, mengalir di celah diantara dua otot dadanya yang cukup dalam, nafasnya berat. Ku
ambilkan air minum di bench disamping Bang Rendy dan dia langsung meminumnya.
“Makasih ya dek,” ucapnya dengan jujur.
“Kalau menjelang kontes ditemenin
kamu kaya gini, pasti hasilnya lebih bagus,” tambahnya sedikit menggonda.
“Maksudnya bang?” Jawabku
bingung.
“Kamu bikin abang semangat dek,
abang ga pernah ngangkat 250 kg 12 repetisi kalau gada kamu yg nyemangati.”
Jawabnya sembari mengelap keringat di dahinya dan menatapku.
Jantungku berdetak cepat sekali,
ternyata Bang Rendy tidak risih sama sekali dan justru menyukai kehadiranku
menyemangatinya.
“Mau ditambah lagi ga bebannya
bang?.” Tambahku sedikit menantang Bang Rendy.
“Ayo siapa takut,” jawabnya cepat. “Asal kamu
nyemangatinnya lebih lagi yaa,” tambahnya sedikit becanda. “Mau berapa kilo
lagi?,” Ucapnya pamer.
“Paling 50 kg lagi bang, itu stiknya
udah ga cukup lagi kalau ditambah lagi,” jawabku melihat stik beban sudah
hampir penuh.
“8 repetisi
yaa,” tambahku menantang sembari aku memasang 25 kg beban lagi di masing masing
sisi.
“Kalau bisa dikasih hadiah apa nih?”
Tanya Bang Rendy mengejek.
“Nanti abis gym saya traktir, ga tau
apa yang penting saya traktir,” pungkasku ke Bang Rendy, kemudian dia
memasang posisi di bawah bench lagi dan menarik nafas panjang beberapa kali
sebelum memulai mengangkat bebannya.
Kali ini entah
mengapa Bang Rendy tidak gemerar ketika mengangkat beban pertama kalinya,
padahal ketika beban 250 kg dia gemetar di awal-awal. Apakah Bang Rendy
bertambah kuat, pikirku takut.
5 repetisi berjalan, dada Bang Rendy
benar benar membengkak diluar dugaan, ototnya begitu besar dan urat-urat di dadanya
sebesar jari kelingking mulai berhamburan. Keringat muncul di antara dua otot
dadanya. Dan dadanya tampak perkasa sekali dari sudut aku memandang, di depan Bang
Rendy.
“Enam,” hitungku, Bang
Rendy mengerang kuat “arrrggggg,” matanya terjepam
“Tujuh,”
hitungku, erangan
Bang Rendy semakin kuat seperti serigala “arrrrrggggggggggggghhh” ,
repetisi kedepalan baru akan dimulai, tangan Bang Rendy gemetar kuat.
“Ayoo bang, ayooo banngg,” pintaku.
“Bang Rendy pasti bisa, tunjukan
kekuatan abang, tunjukan seberapa perkasa Bang Rendy, tunjukan bahwa Bang Rendy
adalah pria sejati yang sebenarnya,” aku berteriak. Tidak
menyadari kalimat apa yang barusan aku katakan, tampak jelas aku mulai bernafsu
pada Bang Rendy. Tapi mungkin Bang Rendy tidak akan memerhatikannya mengingat
dia sedang berjuang mendorong besi 300 kg itu di dadanya terakhir kali.
“Delapa...aa...n” ucapku panjang, Bang
Rendy kali ini berteriak “anjiingg arrrgggg”, teriakan Bang Rendy kali
ini membuatku takut.
Setelah selesai Bang Rendy langsung
menaruh beban ke lokasinya lagi dengan sempurnya, terdengar bunyi “kling”,
beban mendarat.
Bang Rendy duduk kembali dan
nafasnya benar benar berat, keringat mengalir deras di dadanya. Hal yang paling
luar biasa, otot dada Bang Rendy benar-benar besar, berurat, berserat, dan
berkeringat. Nafasnya yang dalam membuat dadanya mengembang lebih besar,
membuat bahkan Ade Rai akan iri pada dada Bang Rendy sekarang.
Bang Rendy minum lagi,
tapi kali ini tidak mengelap keringatnya. Dengan sedikit takut aku menawarkan
diri. “Bang, mau saya lap-in keringatnya”,
dengan cepat Bang Rendy menyerahkan handuknya ke tanganku tanpa berkata
apa apa.
Aku hanya diam tak bergerak. Tidak
tahu harus berbuat apa apa. kemudian Bang Rendy berhenti minum dan berkata “mau
nunggu apa lagi? Keburu abang latihan bicep sayang,” , Bang Rendy mengucapkan
sayang dengan sedikit becanda, aku tau itu becanda tapi itu terasa luar biasa.
Dengan deg-degan dan rasa takut luar biasa, aku mulai mengulurkan tangan mau
melap keringat Bang Rendy di dahi dan dadanya. “Ga usah takut, gakan diapa
apain,” Bang Rendy berkata sambil berdiri.
kemudian aku mengelap keringat Bang
Rendy dengan hati-hati. Bang Rendy hanya tersenyum menatapku dalam dalam.
Entah senyuman macam apa itu. Tapi terasa hangat bagiku.
“Sudah?,” Tanya Bang Rendy sembari menuju ke
tempat barbel untuk melakukan preacher curl. “Iyah sudah,” aku menarik handuk
dari dada Bang Rendy.
“Siap buat latihan bicep?,” Bang
Rendy bertanya secara rethorical.
“Ya,” jawabku
singkat sedikit bingung.
“Mau beban
berapa kilo?” Bang randy menantang.
Aku terus terang tidak tahu berapa
beban yang biasa diangkat Bang Rendy dengan bicepnya. Tapi bagiku beban standar
adalah 10 kg dan maksimal 12 kg. dengan asal aku menjawab ke Bang
Rendy “20 kg, coba tunjukin kekuatan bicep Bang Rendy,” jawabku.
“Yakin hanya 20 kg?” Tanya Bang
Rendy pamer.
“Menurutku itu udah luar biasa berat
bang, karena biasanya aku cuman pakai beban 10 atau 12. Toh kalau mau lebih dari
20 harus memasang barbel sendiri, ngapain juga susah susah, toh aku juga ga
kuat,” jawabku tertawa nyengir.
“Sini abang tunjukin bagaimana
seharusnya kekuatan pria yang asli, siap?”
“Tentu bang, pamerin keperkasaan
abang disini,” jawabku antusias.
Bang Rendy memasang barbel custome-nya
sendiri. Mengambil stik pendek, dan menambahkan beban 25 kg di masing-masing
sisinya. Dalam benakku 'orang ini gila ya'.
“Bang, serius?
Itu 50 kg lo? Satu tangan”. Jawabmu bingung bercampur kagum dan tidak percaya.
“Lihat saja nanti, abis ini kamu
lihat bicep ini bisa ngapain aja, besar kalau ga berguna buat apa,” jawab Bang
Rendy sedikit ambigu.
Bang Rendy
menyiapkan posisi tangan kanannya di atas preacher curl dan memegang beban
dibawah. “Siap?” Tanyanya.
“Ayo bang,” jawabku.
Bang Rendy mulai mengangkat barbel
50 kg dengan tangan kanannya, tampak berat tapi berhasil dengan sempurna,
bicepnya menggembung seperti gunung, tampak kulit Bang Rendy yang sangat tipis,
ototnya berebut posisi untuk keluar. Urat yang sebelumnya sudah sebesar
kelingking kini membesar sebesar jari tengah ketika Bang Rendy memompa
bicepnya. Tanpa ragu dan pasti Bang Rendy menyelesaikan set pertanyanya 12 kali
dengan sempurna.
“Bagaimana menurutmu?,” Tanya Bang
Rendy sedikit misterius.
“Hmmm, bang hmmm,” aku gerogi. “aa-aku
belum pernah melihat pria secara langsung mengangkat beban seberat itu dengan
bicepnya,” jawabku grosi. “Terus?” Bang Rendy bertanya memancing dan
menggodaku. “Hmmm.. anu anu, hmmm,” aku semakin grogi karena Bang Rendy
menatapku dalam dalam. “Bang Rendy adalah pria paling gagah perkasa yang pernah
kutemui,” jawabku jujur.
“Hahaha,” Bang Rendy tertawa keras,
keras sekali, ditambah hujan di luar yang semakin lebat membuatku semakin
takut.
“Suka?,” Tanya Bang Rendy singkat
mendadak mukanya berubah dari tertawa menjadi serius.
Aku mulai
ketakutan dan berpikir bahwa Bang Rendy sengaja memancingku untuk mengetahui maksudku yang asli
berada disini menonton dia berlatih. Aku mulai khawatir dan berkeringat dingin,
lututku melemah dan gemetar.
“Sukaaa?,” Bang Rendy kali ini
sedikit meninggikan intonasinya, sedikit marah. “Kamu suka ga sama otot ini?,”
Muka Bang Rendy tampak marah, sangat menyeramkan, menggeram dan tampak marah.
“Suka ga sama otot inii?,” Kali ini Bang
Rendy berdiri didepanku dengan muka marah sembari menekuk tangan kanannya dan
memamerkan bicep tangan kanannnya. Meluruskan tangannya kemudian menekuknya
lagi dan memompanya semakin dan semakin besar dan berurat.
Mendadak kontolku berdiri karena
terpukau dengan Bang
Rendy. Pria yang awalnya hanya foto instagram kini menjadi nyata dan marah
didepanku dengan memamerkan otot bicepnya yang sangat besar.
Dengan takut dan gemetar, aku menjawab “suka bang, suka
banget sama otot abang, perkasa banget,” jawabku gemetar.
Bang Rendy tersenyum sombong sambil
menurunkan Bicepnya dan menunjuk jarinya ke kontolku yang ngaceng dan tampak
jelas di selangkanganku.
“Sepertinya ada yang kegirangan
nonton otot di depannya,” Bang Rendy melirik kontolku yang ngaceng dan
bergantian melirik wajahku yang ketakutan menghadap lantai.
“Hahaha,” Bang Rendy tertawa sejenak dan
mendadak merubah intonasi suaranya menjadi serius lagi.
“Aku dah tau kalo kamu emang pencari
binaraga, penikmat pria-pria kekar, pemuja otot, binan lacur, aku tau dari
awal kamu liatin aku dateng.” Bang Rendy mengubah kata saya menjadi aku dan dek menjadi
kamu dengan intonasi marah.
“Ampun bang
ampun, jangan marah bang, jangan bilang siapa siapa, ampun bang,” responku
ketakutan. aku mulai menangis dan gemetar ketakutan.
“Cup cup cup”,
Bang Rendy memegang daguku dan menegakkan kepalaku dengan sedikit
mengejek dan tertawa.
“Ga usah nangis dek, sini sini,”
pinta Bang Rendy sedikit aneh.
“Sini?,” tanyaku sembari melirik
mata Bang Rendy. Dia tampak masih marah, “ampun bang, ampun,” aku menunduk
takut lagi.
Bang Rendy kali ini memegang
rahangku dengan tangan kiri, memaksaku menatap matanya. Meskipun ketakutan. “Tatap
mataku anjing,” bentak Bang Rendy.
Dengan penuh rasa takut, aku melihat
mata Bang Rendy. “Good boy, good boy, anak pinter”, ucap Bang Rendy
meremehkan. “Kalau emang suka sama ototku,
pengen ngerasain seberapa gagah diriku, apa yang kamu lakuin kalau liat
beginian?”. Bang Rendy mengakhiri kalimatnya dengan nada tinggi. Bang Rendy
mengangkat tangan kanannya lagi dan mulai me-flex otot bicepnya lagi. Di
depan mataku, beberapa cm dari mukaku. Mulutku mengering. Takjup menatap otot
bicep Bang Rendy yang kuketahui sangat kuat itu. Bang Rendy menatap bicepnya,
kemudian menatap wajahku, dan kembali lagi ke arah bicepnya. Dari situ aku tahu
maksud Bang Rendy. Tapi berpikir lama, dengan rasa takut yang luar biasa.
Kuciumlah bicep Bang Rendy yang berurat itu. Kucium sekali selama beberapa
detik dengan mata terpejam. Bau tajam laki laki tercium dari ketiak Bang Rendy
disebelah bicep kanannya yang kucium. Keras sekali ototnya.
“Suka ga?” Tanya Bang Rendy,
melepaskan cengkeraman tangan kirinya di rahangku dan melemaskan tangan
kanannya sembari meluruskannya. Tangan kiri Bang Rendy pindah ke belakang
punggungku, dengan gerakan sedikit, terasa Bang Rendy mulai mengelus elus
punggungku berharap diriku tenang. “Ga usah takut sayang, ga usah takut sama
abang, kalau kamu suka, abang malah seneng”. Kali ini intonasi Bang Rendy benar
benar lembut serasa berbisik. Dengan kalimat terakhir barusan, kuberanikan diri
menatap mata Bang Rendy. Kita berpandangan selama beberapa detik sampai Bang
Rendy bertanya lagi. “Suka ga sayang?”. Aku masih terdiam tidak mempercayai Bang
Rendy menyukai responku terhadap kegagahan bicepnya dan tidak marah, tapi
justru semakin bergairah.
Dengan sedikit berbisik ke arah
telinga Bang Rendy, “suka banget bang, otot abang besar banget, kuat, saya ga
kebayang seberapa perkasa otot-otot abang,” jawabku mulai berani.
“Bentar lagi kamu tahu seberapa
gagah perkasa abangmu ini sayang” jawab Bang Rendy semakin menggodaku dengan
tatapan tajamnya ke arahku.
“Bang Rendy kuat banget, pria paling
kuat yang pernah kutemui” ucapku sembari menunjuk tengan kanan Bang Rendy.
“Yaaah sayang, kuat, jauh lebih kuat
dari siapapun di gym ini tentunya. Dan sebentar lagi, semua orang di gym ini
pasti akan menyadari kekuatan abang,” jawab Bang Rendy masih mengelus elus
punggungku. “Jadi, mau lagi ga?” Tanya Bang Rendy menggoda.
Bibirku mulai mengering lagi, tidak
percaya apa yang aku dengar. “Ten-tentu bang. Sebenarnya aku mau memintanya
lagi’” jawabku cepat.
“Hati-hati dengan yang kamu minta
sayang. Kamu belum liat apa apa dariku,” Bang Rendy tersenyum sedikit dari
sudut bibirnya. Tangan kanannya diangkat lagi kesamping badannya. Kali ini
dengan penuh percaya diri, Bang Rendy men-flex
bicepnya dengan sangat kuat sehingga ototnya menggembung lebih besar dari
sebelumnya. Diluruskan lagi tangannya. Kemudian diflex lagi kedua kalinya
dengan lebih kuat lagi. Urat-urat mulai berhamburan dibicep Bang Rendy. Urat
yang lebih besar dari jariku tepat di atasnya. Otot bicepnya terbelah menjadi
dua. Dan otot tricep ya menggangtung besar di bawahnya. Membuat tangan Bang
Rendy tampak begitu gagah dan kuat. Kokoh seperti batu.
Aku memberanikan diri menaruh tangan
kiriku di atas bicep Bang Rendy dan tangan kananku dibawah tricepnya. “Besar
banget bang, gila tanganku ga cukup.” Ucapku sembari mencoba menggabungkan dua
tanganku diatas lengan Bang Rendy mencoba melingkarinya. Tapi tidak cukup
karena otot Bang Rendy begitu besar.
“Iya sayang, besar banget, belum
pernah lihat yang seperti ini kan?” Bang Rendy menarikku ke arahnya dengan
tangan kirinya yang masih dibelakang punggungku. Membuatku semakin dekat dengan
bicep Bang Rendy yang mulai berkeringat. “Ga cuman besar sayang. Tapi juga
kerasss, dan kuat. Sini abang kasih keras, sini sayang,” dengan sedikit
meluruskan tangan Bang Rendy dan menekuknya lagi, mencoba menflex semaksimal
mungkin, Bang Rendy tersenyum menatapku yang Juga membalas senyuman Bang Rendy.
Tangan kiriku masih di atas bicepnya, tapi tangan kananku sudah tidak di
tricepnya lagi. Sejenak ketika Bang Rendy men flex bicepnya. Aku merasakan
bahwa bicepnya menjadi keras. Kini aku raih bicep Bang Rendy dengan kedua
tanganku dan menekannya. Bang Rendy hanya tersenyum sombong. Tekanan yang
kulakukan pada bicepnya tidak berefek sama sekali. Bicepnya begitu keras.
“Wow” gumamku.
“Ini lagi sayang, rasain”. Bang
Rendy meluruskan tangannya dan menflexnya lagi sekali ketika aku masih
memegangi bicepnya dengan kedua tangan.
“Oh my God, shit” gumamku dengan
jelas. Membuat Bang Rendy semakin menjadi jadi dan senang.
Kontolku
semakin keras menciptakan tenda di celana olahragaku.
“Ini semua
untuk kamu sayang, untuk dirimu hari ini. Dan hari hari selanjutkan jika kamu
suka,” Bang Rendy
menatapku masih dengan bicep di flex dan besar di depanku.
“Abang serius? Ini buatku bang?”
Tanganku yang awalnya menekan bicep Bang Rendy kini mengelus elus ototnya itu. Bang
Rendy hanya sesekali mendesah karena suka diperlakukan seperti itu.
“Iya sayang, kamu bebas ngapain aja
sama bicep itu sayang,” Bang Rendy menggoda. Dari boxer Bang Rendy yang ketat
karena otot paha Bang Rendy yang begitu besar, mulai muncul jendolan
diselangkangannya. Kini aku sadar. Bang Rendy mulai horny dan menyukai sikapku,
muscle worship yang aku lakuin.
Dengan hati hati kudekatkan wajahku
ke arah bicep Bang Rendy dan dengan penuh gairah aku mulai menciumi otot
bicepnya, kujilati otot yang mulai berkeringat itu. Bang Rendy mendesah
keenakan. Menyadari bahwa ada pria lain, diriku yang cukup imut ini menjilati
ototnya. Kulimat lagi bicepnya dengan lidah dan kali ini aku tambah berani
memainkannya. Bang Rendy mendesah hebat. Jendolannya semakin membesar. Semakin
keras tepat didepanku.
“Terus sayang, rasain otot abang,
rasain secuil keperkasaan abangmu ini sayang, tunjukin bahwa kau memang suka
sama otot abangmu ini,” vang rendy masih mendesah. Kali ini kujilat urat di
atas bicepnya dengan lidahku. Membasahinya dengan ludahku. Bang Rendy mendesah
lagi dan lagi.
“Suka sayang?” Tanya Bang Rendy
singkat.
“Hmmm, enak banget bang otot aabang,
hmmm” gumamku masih menciumi bicep Bang Rendy yang didalam mulutku sendiri terasa
semakin besar.
“Shit....”
diriku terkejut. Bicep Bang Rendy memang membesar. Tepat didepan mataku. Serat
seratnya mengembang, urat urat kecil berhamburan dibicepnya.
“Iya sayang, jilatin terus sampai
bicepku sudah konstan dan ga membesar lagi, lidahmu benar benar membuatku puas,
jadi jangan kaget kalau responnya adalah membesar”, jelas Bang Rendy. “Sama
halnya otot lain yang akan semakin membesar,” Bang Rendy menatap kontolku yang
keras sekali ke arah celanaku, pre cum tampak di ujungnya membasahi celanaku.
“Yesss sayang, abang seneng bisa
nemuin orang yang bener bener suka dengan otot abang. Terbukti kamu precum
tanpa dipegang kontolnya sama sekali” Bang Rendy tertawa dan menurunkan
tangannya.
“Bang, pengen liat abang pose, please
bang” pintaku kekanak-kanakan. Mataku seperti anjing kecil yang berkunang
kunang.
“kunci pintu gymnya, matiin
lampunya, kita ke loker,” Bang Rendy menyucapkan begitu saja meninggalkanku di
situ menuju loker.
Sedikit bingung tapi cukup jelas
perintah Bang Rendy. Akhirnya aku mengunci pintu gym. Hujan semakin deras
dengan suara petir menggelegar dimana mana, kumatikan lampu gym dan seketika
gelap gulita. Ku berjalan lagi menuju arah loker room yang masih terang.
seketika aku kaget melihat Bang
Rendy sudah melepas singletnya dan boxernya, kali ini hanya memakai celana
dalam. “Bang?” Tanyaku bingung, sedikit takut.
“Katanya mau
minta pose, sini, abang sudah siap,” ucap Bang Rendy
sambil menengok ke arah kursi di depan loker. “Duduk disini dengan anteng, liat
baik baik”. Imbuh Bang Rendy.
Seketika aku memposisikan diri duduk
diatas kursi yang berjarak sekitar 2 meter dari tempat Bang Rendy berdiri,
terlalu jauh pikirku.
“Eits kali ini kamu duduk saja
disitu, jangan kemana mana, dilarang berjalan kesini sebelum abang selesai nge pose, oke” pinta Bang Rendy.
“Siap bang, mudah-mudahan aku tahan”,
jawabku nyengir.
“Ditahan yaa, dan tangan kamu ke
samping, gada tangan yang ke arah selangkangan, sekali kamu naruh di
selangkangan, bubar, abang beres, ga kan pose lagi” Bang Rendy memperingatkanku
dengan serius dengan jari telunjuk yang digoyang-goyang menandakan ini larangan
serius.
“Iya bang, siap kalau itu yang abang
minta’” jawabku sedikit tidak puas. Padahal aku berniat coli di depan Bang
Rendy yang sedang berpose memamerkan ototnya yang hanya tertutup celana
dalamnya itu.
“No
coli, hanya nonton, abang ga mau ada yang ganggu selama berpose, oke?”. Pinta Bang
Rendy. Aku menjawabnya dengan menganggukan kepalaku.
“Good,
siap siap sayang”, Bang Rendy menggoyang dadanya kiri kanan, membuatku sedikit
terkejut, Bang Rendy menyukai ekspresiku. Kemudian Bang Rendy membentangkan
kedua lengannya ke samping dan mulai menekuknya ke atas. Menciptakan otot bicep
besar di kiri dan di kanannya
“Front
double biceps”
ujar Bang Rendy sembari mengeraskan genggamannya dan menciptakan otot bicep
diluar bayanganku. Kedua otot bicepnya menjulang tinggi diselimuti urat dan keringat.
Dari jauh tampak serat-serat ototnya berhamburan saking rendahnya lemak dan
keringnya badan Bang Rendy.
“Oh
my God” ucapku kagum.
Bang Rendy tersenyum menyukai
ekspresi kagetku. Dan kemudian menoleh ke arah kanan dan meluruskan bicepnya
kemudian menekuknya dan men-flexnya sekali lagi dengan suara “arrrgggghh” menekan bicepnya untuk
dipompa semaksimal mungkin. Geramannya ditambah sedikit panjang “arrgggghhh.....” menginstruksikan
bicepnya untuk membesar semaksimal mungkin, urat disekujur tubuh Bang Rendy
berhamburan. Keringat mulai tampak disekujur tubuhnya.
“Liat bicep
pria sejati harusnya seperti apa,” ujar Bang Rendy kini menatapku.
“Oh
my God” gumamku lagi. “Besar banget bang, kuat banget, Bang Rendy memang
pria paling perkasa,” ujarku penuh nafsu. Kontolku mengeras tidak karuan, ingin
rasanya coli tapi Bang Rendy melarang, membuatku
tersiksa.
“Yahh sayang, inilah wujud pria
sejati seharusnya, wujud keperkasaan dan kegagahan yang sebenarnya, ini sayang,
didepan mu, yeaah,” ucap Bang Rendy
arogan.
kemudian Bang Rendy menjatuhkan lengannya
dan berhenti berpose. “Jangan sekali kali pegang selangkangan, abang
peringatkan,” Bang Rendy memperingatkan dengan sedikit senyum.
“Pose kedua, siap sayang?” Tanya Bang
Rendy.
“Ayo bang, tunjukin otot yang lain,”
pintaku manja.
Bang Rendy menaruh tangannya ke
pinggangnya, dengan sedikit gerakan, “Front
Lat Spread” ujar Bang Rendy, meskipun aku tidak mengerti gerakan semacam
apa itu, tapi aku terkejut bukan main ketika Bang Rendy berpose memamerkan otot
sayapnya yang lebar bukan main. Dadanya menggantung diantara dua otot sayap
yang semakin lama semakin melebar kedua sisinya. Bentuk badan Bang Rendy
benar-benar “V” dan bahunya semakin melebar setiap kali dia menflex otot
sayapnya semakin jauh. “Yeaaahhh”
desah Bang Rendy keras.
“Fuck” ucapku spontan, Bang Rendy senyum
lagi, menyukai responku. “Lebar banget bang, gilaaaa, abang tampak semakin
gagah bang, gagah banget” imbuhkan bener bener horny melihat otot terpampang nyata di depanku.
“Ya sayang, lebar banget.. Ohhh
yeahhh” Bang Rendy memamerkannya. Keringat mengalur di lat/sayap Bang Rendy
berasal dari ketiaknya, keringat juga mengalir di dada dan menuju otot
perutnya, seksi, seksi sekali.
Setelah
beberapa lama, Bang Rendy berkeringat basah, Bang Rendy berhenti berpose dan
membersikan keringat di dahinya, andai
saja aku boleh mendekat, akan aku jilati keringat itu, pikirku.
“Selanjutnya, Abdominal pose” ujar Bang Rendy menaikkan lengannya ke atas dan menaruh
tangannya ke belakang kepalanya, otot bicep yang besar menghampit kepalanya,
lebih besar dari kepalanya sendiri, seolah olah hendak meremukkan kepalanya.
Paha kanan Bang Rendy diletakkan
beberapa cm di depan paha kiri dan mulai mengeraskannya. Dengan bersamaan, otot
perut Bang Rendy mengeras menciptakan tumpukan otot berjumlah 8, yah 8, bukan
sixpack tapi eightpack, otot perut Bang Rendy mengeras dan menciptakan celah
cukup dalam diantara kedua baris otot yang bertumpuk itu. Bulu bulu halus
tampak dibawah otot abdominal paling bawah, bulu
kenikmatan.
Ekspresi Bang Rendy sangat serius
dan terkesar marah. Dia menekan perutnya lagi dan lagi dan urat berhamburan
dari bawah perutnya, dari area privatnya menuju ke abdominal, gila seksi
sekali.
Keringat mengalir deras dari leher Bang
Rendy menuju dada dan menuju perutnya, membuat badan Bang Rendy berkilau
seperti perunggu.
“Suka sixpacknya sayang?” Bang Rendy
mulai menyelesaikan abdominal pose dan melihatku.
“Gila, itu
bukan sixpack bang, eight pack” jelasku menyangkal.
“Ya sayang, eight pack, eightpack
kering yang terpampang nyata, percaya tidak percaya, body fat abang cuman 4%”. jelas Bang Rendy
Gila, 4%, pantesan seolah olah tidak
ada lemak di badan Bang Rendy. Bodyfatku sendiri adalah 10%, binaraga pada
umumnya 6-7% tergantung metabolisme, tapi ini 4%, luar biasa. Pantesan serat
serat Bang Rendy terpampang nyata sekali.
Pose selanjutnya sedikit menarik,
karena Bang Rendy memutar tubuhnya dan membelakangiku. Kemudian sedikit memutar
kepalanya mengarahku, “siap siap, back
double biceps dan rare lat spread
sayang”, Bang Rendy mengulurkan tangannya ke samping dan menarik kemudian men-flex
bicepnya seperti front double bicep,
hanya saja kali ini dari belakang kumenyaksikannya.
Otot punggung Bang Rendy memang luar
biasa padat, bahunya berserat serat, sayapnya melebar dan berserat serat, dari
tempatku duduk, terpampang nyata otot-otot punggung Bang Rendy seperti
mempelajari anatomi tubuh.
Setelah back double biceps, Bang Rendy menaruh tangannnya ke pinggangnya
dan melakukan rare lat spread. Otot
sayapnya melebar dan luas sekali. Dua kali lebih lebar dari pinggangnya. Jelas
aku tidak akan terlihat ketika bersembunyi dibelakang punggung Bang Rendy.
“Mantab bang, lebar bangetttt,”
ucapku Sedikit berteriak. Berharap Bang Rendy mendengarkanku.
“Iya sayang, lebar, dan berurat” Bang
Rendy tersenyum angkuh sembari menoleh ke samping mencoba menatapku.
Tak lama kemudian Bang Rendy
berhenti berpose dan berjalan ke arahku.
“Tunggu
bang, abang belum pose terakhir, pose idamanku, most muscular,” ujarku menghentikan langkah Bang Rendy.
Bang Rendy hanya terdiam sejenak dan
kemudian tersenyum. “Aku tau sayang, tapi pose terakhir mau abang simpan dulu,
ga disini, di kosan abang atau di tempatmu?” Bang Rendy to the point.
Jantungku berpacu kencang lagi,
telapak tanganku berkeringat. Mataku terpaku pada tatapan Bang Rendy padaku.
Kita saling berpandangan beberapa detik sebelum akhirnya aku menjawabnya “di
kosku bang”,. “Bagus, karena kosan abang masih berantakan” ujarnya dengan
tersenyum lebar.
Bang Rendy
berjalan ke arahku dan menaruh kedua tangannya di bahuku dan mengangkatku
berdiri, “tunggu apa lagi? Malah bengong, mau ga?” Ujar Bang Rendy menggoda.
“mau mau bang, siapa juga yang akan menolak”
ujarku tersenyum kecil. Sembari berdiri. Bang Rendy melepaskan bahuku dan
menuju lokernya kemudian mengambil baju serta celana dan memakainya. Kemudian Bang
Rendy berjalan keluar loker.
Aku mengambil tas dan seragam
kerjaku serta memasukannya secara paksa ke dalam tas, berjalan mengikuti Bang
Rendy dan mendahuluinya berusaha membuka pintu kos yang ku kunci.
Setelah pintu terbuka, Bang Rendy
keluar, aku mematikan seluruh lampu gym, kemudian keluar juga.
Ku kunci pintu
gym dan menaruh kuncinya di bawah pot bunga di depan kos.
Aku menatap sekeliling dan hujan masih
cukup deras. “Abang bawa motor atau payung?” Tanyaku sembari melihat sekeliling
parkiran depan gym.
“Jalan kaki, kosan abang deket, ga
bawa payung juga,” jawabnya sedikit kecewa karena hujan deras menghalangi kita.
“Yauda gapapa bang, saya bawa mobil,
tapi paling kita basah-basahan dikit lari ke mobil saya, saya parkir disana,”
aku menunjuk ke bawah pohon besar di halaman gym.
“iya gapapa, toh kita nanti bakal
basah-basahan lebih lama,” jawab Bang Rendy dengan nakal.
Terus terang aku sedikit bingung,
tapi aku senang kalau Bang Rendy memang ada maksud tertentu mengajakku ke kos,
ke tempat yang lebih privat kita bedua. Seolah-olah mimpiku terwujud, bertemu pria
berotot berwajah maskulin dan gagah perkasa seperti Bang Rendy. Lebih lebih
lagi, Bang Rendy tampak menyukaiku.
Aku mematikan
alarm mobil dan membuka kuncinya, terdengar suara “beep beep” diantara hujan dan petir malam itu.
Kita berlari menuju mobil, dan
langsung masuk dengan rambut dan baju yang sedikit basah.
Kita berdua bernafas cukup berat dan
saling bertatapan, sejenak kemudian saling tertawa.
“Saya ga percaya abang seneng dan ga
marah sama sekali dengan sikap saya, terlebih lagi abang ngajak saya ke kos”,
ujarku sembari menyalakan mobil dan memundurkannya berharap keluar parkiran dan
menuju kosku yang tidak jauh dari situ.
“abang ga percaya ada yang tergila
gila sama abang sampe segitunya, terlebih lagi abang jadi ada kenalan padahal
baru sampe Bandung,” Bang Rendy tertawa kecil, kemudian memasang sabuk
pengaman.
Aku mengemudi tak beberapa lama di
bawah hujan deras menuju kosku, tangan kiriku tak lepasnya berada di stang
mobil dan bergantian ke paha Bang Rendy yang besar, Bang Rendy tidak marah dan
tidak merespon, hanya diam dan membiarkanku meraba raba pahanya, seketika aku
mengarahkan tanganku ke selangkangannya, Bang Rendy mendadak mencengkeram
tanganku dan memindahkannya, “belum sekarang sayang, nanti ada waktunya,” ucap Bang
Rendy mengklarifikasi.
“Baiklah, saya jadi tidak sabar,”
ucapku kembali mengemudi dan tak berapa lama kita sampai ke kosanku.
Pagar kos di tertutup, kubunyikan
klakson beberapa kali sebelum akhirnya Mang Asep keluar dari pos satpam dan
membuka gerbang.
“Makasih mang,” ucapku membuka
jendela mobil sedikit.
Aku memakirkan mobil dengan gampang
karena tampaknya kos masih sepi karena penguhinya masih pada keluar di malam
sabtu.
kita turun dan aku mengajak Bang
Rendy mengikutiku ke lantai 3 ke kamarku.
Aku mengendong gym bag berisi seragam dan koper ditanganku. Bang Rendy menggendong
gym bag dan melepas jaketnya yang
basah memperlihatkan kaos under armornya yang ketat. Kubuka pintu kos, kita
berdua masuk dan kemudian aku kunci pintunya.
Kosku cukup luas, dengan kasur
double size muat 2-3 orang, kamar mandi didalam dan dilengkapi pemanas air, TV
40 in berada di depan kasur, aku sengaja mendesain kamar senyaman mungkin
sehingga tidak perlu menyewa hotel jikalau berniat ketemuan dengan orang.
Kuletakkan tas di kursi disamping
pintu, “taruh situ saja bang”, aku menunjuk ke samping tasku, supaya Bang Rendy
menaruh tasnya disitu.
Bang Rendy menaruh tas.
“Aku ke toilet dulu bang, mau
membersihkan muka bentar”, ujarku menyelinap ke toilet. Berganti kaos putih
polos dan boxer tipis.
Setelah beberapa saat kemudian aku
kembali menuju kamar. Aku dibuat terkejut lagi karena Bang Rendy sudah membuka
bajunya lagi dan hanya memakai celana dalamnya.
Bang Rendy
berdiri di depan TV, aku berjalan ke arahnya dan berdiri di depannya.
“Siap dengan pose terakhir yang kamu
tagih tadi?” Bang Rendy bertanya to the point.
“Tentu bang, sudah ga sabar menonton
seluruh otot abang dipompa,” jawabku excited.
“Baiklah,” Bang Rendy singkat.
Aku duduk di
kasur di
depan Bang
Rendy untuk menonton.
Bang Rendy menaruh tangannya
kedepan, orang awam menyebutnya pose kepiting. Bang Rendy masih meluruskan
tangannya, kemudian secara spontan Bang Rendy menarik tangannya, menekuknya ke
dalam, lagi dan lagi, memompa ototnya lagi dan lagi, urat di sekujur tubuhnya
mulai membesar, di betis, paha, abdominal, dada, bahu, leher, bicep dan lengannya
berhamburan menunjukan diri mereka satu persatu.
Aku menarik nafas dalam karena tidak
percaya dengan apa yang aku lihat, seolah olah sedang menonton film hulk tapi
kali ini tidak berwrnah hijau dan tepat didepan mataku.
“Oh
my God, fuck, gilaa.....” ucapku spontan.
Bang Rendy tersenyum dan terus
memompa ototnya lagi dan lagi.
Bicepnya
membalon seperti sedang ditiup, dadanya membesar dan serat-seratnya semakin
tampak jelas membelah dada Bang Rendy. Abdominal Bang Rendy mengeras menunjukan
eight packnya. Pahanya gemetar membesar dan berurat.
Seluruh otot Bang Rendy dipompa
sedemikian rupa, membesar diluar bayanganku, urat urat kecil tampak menambah
kesemrawutan urat di badan Bang Rendy. Saling bertumpuk berebut posisi.
Kontolku sudah tidak tahan lagi, ngaceng
maksimal dan precum keluar.
Bang Rendy mulai berkeringat deras
disekujur tubuhnya, mengalir di tubuhnya dan menetes ke lantai, keringatnya
mengalir di lembah-lembah yang tercipta diantara otot otot Bang Rendy yang
berebut posisi.
Tampak jendolan Bang Rendy semakin
membesar juga, kini aku menyadari Bang Rendy juga semakin horny menyukai reaksiku menonton pertunjukan ototnya.
“Inilah muscle god sayang, dewanya para binaraga’” Bang Rendy berkata
dengan nada kasar.
“Iya bang, Bang Rendy adalah
binaraga terbesar dan terkuat, pria tergagah dan paling perkasa,” jawabku
semakin ngaceng.
“Lihat baik baik sayang, lihat ini,”
Bang Rendy memompa ototnya lagi dan lagi tiada henti. Semaki besar dan semakin
keras. Semakin gagah dan semakin berkeringat. Bau keringat Bang Rendy mengisi
seluruh kamarku, bau feromon dan kejantanan
seorang binaraga. Baunya sangat kuat membuatku semakin tidak tahan. Tanpa
menganggap larangan Bang Rendy di gym sebelumnya, aku berdiri dan sudah tidak
tahan lagi. Aku melangkah ke arah Bang Rendy dan langsung mememeluk ototnya,
kuraba semua ototnya, kujilati keringat yang mengalir di atasnya. Bang Rendy
semakin horny dan menjadi jadi.
Dengan teriakan “arrrggg” seketika Bang Rendy merobek
celana dalamnya dan melemparnya ke samping “wreek”
bunyi celana dalamnya tercabik. Dan kembali ke posisi most muscular dengan kontol ngaceng menghadap ke atas nyaris
menyentuh perutnya.
Aku terdiam tak percaya. Berdiri di
depan binaraga sekuat Bang Rendy, menyaksikannya berpose dengan telanjang
bulat, seluruh ototnya mengeras termasuk otot kejantanannya, kontolnya mengeras
seperti kontolku yang tidak sanggup aku kontrol lagi.
Bang Rendy
mengangkat kedua tangan dan berpose front
double bicep lagi, tapi kali ini telanjang dengan kontol ngaceng menghadap
ke arahku.
Bau keringat seketika tercium dari
ketiaknya, bau jantan yang tak terelakan, membuatku dengan spontan menjilati
ketiaknya sembari Bang Rendy berpose double
bicep. Bang Rendy mendesah keenakan dan masih berpose . “Yeah, suka itu
sayang, lihat seberapa jantannya abangmu ini sayang,” Bang Rendy arogan, “seberapa
perkasanya aku dibanding kamu sayang,” Bang Rendy menatapku sembari aku
menjilati keringat diketiaknya. Aku berpindah ke bicep Bang Rendy, mulutku
dibicep kanan dan tangan kananku di bicep kiri Bang Rendy, tangan kiriku
memegang kontol Bang Rendy yang keras dan berurat.
Bang Rendy sangat menikmati
pertunjukan ini, menikmati bagaimana pria lain mengagumi kegagahannya dan
menyerahkan diri pada otot dan keringatnya.
Aku terus menjilati bicep Bang Rendy
dan memainkan kontolnya dengan tangan kiriku, “yeah sayang, aku yakin kamu suka
itu, otot 55 cm yang bisa curl sampai
100 kg dengan satu tangan sayang,”, Bang Rendy berteriak di telingaku.
Penjelasan Bang Rendy membuatku semakin tergila-gila padanya.
Bang Rendy kemudian menaruh
tangannya ke pinggang dan melalukan front
lat spread. Tanganku menyusuri sayapnya yang tebal dan keras yang
diselimuti keringat yang mengalir dari ketiaknya. “Ummh umchhh” aku mendesah sembari menciumi otot sayap Bang Rendy, “bener
sayang nikmati, kamu belum pernah melihat sayap sebesar ini kan, sayap yang
bisa pull down 400 kg dengan enteng,”
ujar Bang Rendy menghadap ke bawah menatapku tajam.
Setelah selesai berpose, Bang Rendy
mengencangkan otot dada dan perutnya bersamaan, membuat lututku lemas. Kujilati
dadanya yang masih pump akibat latihan di gym tadi, aku menelusuri otot perutnya,
aku ciumin satu persatu ke delapan ototnya. Dan secara tidak sengaja daguku
menyentuh kontol Bang Rendy yang ngaceng keras dan precum yang mulai keluar di
ujungnya.
Aku menatap ke atas melihat Bang
Rendy. “Silakan sayang, nikmati abangmu,” Bang Rendy meng-iyakan isyarat yang
aku berikan. Dengan tidak sabar. Aku melumat otot kejantanan Bang Rendy.
Kontolnya. Aku menjilati ujung kontolnya, kepalanya yang berwarnah kemerahan.
Kontol Bang Rendy sangat besar untuk ukuran orang Indonesia, sekitar satu
jengkal atau 20 cm, kulumat kepala kontolnya dan kunikmati precumnya yang
berasa keasinan bercampur dengan keringat dan feromon.
Sembari melumat kontol Bang Rendy,
tangan kananku memainkan biji peler Bang Rendy sedangkan tangan kiri menelusuri
puting Bang Rendy dan memainkannya.
Bang Rendy mendesah hebat, keenakan.
Kontolnya semakin keras dan semakin keras dimulutku. Dengan tidak sabar Bang
Rendy menaruh kedua tangannya di belakang kepalaku dan mulai mendorongnya maju
mundur ke arah kontolnya, setiap dorongan membuat kontol Bang Rendy masuk lebih
jauh lebih jauh ke mulutku sampai akhirnya di tenggorokanku.
Bang Rendy mulai menggeliat keenakan
dan tidak tahan dan menarik kepalanya menghadap ke atas dan merem, dengan
sekali dorong lagi mendadak cairan peju keluar dari kontol Bang Rendy, mengalir
di mulutmu mengisi tenggorokan dan mulutku, banyak sampai 8-9 kali muncratan,
sampai mulutku benar benah penuh dengan pejunya. “Telan sayang, telan, masih
ada stok lain,” ujar Bang Rendy menghadap ke bawah ke arah ku.
Aku menelan cairan kejantanan Bang
Rendy lagi dan lagi sampai semua bersih dari mulutku. Rasanya manis asin dan
nikmat bercampur menjadi satu. Peju paling nikmat yang pernah aku telan.
Setelah semua peju habis, aku mulai
berpikir, Bang Rendy tadi bilang ada stok lain, apa maksudnya?.
“Tenang sayang, abang bisa 2-3 kali
crot sekali main, jadi siapkan dirimu melayani abang semaleman”, ujar Bang
Rendy dengan penuh kebanggaan.
“Hmmm, abang beneran pria paling
jantan yang pernah kutemui,” ucapku memujinya. “Hanya pria jantan yang bisa
menyediakan peju untuk semaleman”. Ucapku sedikit bercanda.
“Tenang sayang, abang ga akan
membiarkan mulutmu menjadi satu satunya lubang yang abang perkosa malam ini”, deg deg. Jantungku serasa mau lepas. Bang
Rendy bilang lubang, berarti Bang Rendy memang sengaja mengajak dan merencakan
pergi ke kosan untuk memperkosa lubang pantatku. aku senang dan sekaligus
takut. Belum pernah seumur umur aku diperkosa pria berkontol kuda seperti Bang
Rendy. Karena terus terang baru 2x aku diperkosa orang yang sama, itupun
mantanku dan sudah cukup lama. Dalam hatiku aku sangat senang akhirnya pria yang
kukagumi beberapa saat lalu mau memasukan kontolnya ke lubangku dan
menikmatiku. Tapi aku sekaligus takut bagaimana sakitnya dimasukan kontol
sepanjang 20 cm ke lubang yang sudah lama tidak di fuck dan sempit ini. Aku mulai gelisah dan terdiam.
“Kenapa? Takut?” Bang Rendy membaca
ekspresiku, kontolnya masih di mulutku dan sedikit tertidur tidak sekeras
sebelumnya, akhirnya aku mencabutnya dari mulutmu dan berdiri.
“Siapa takut”. Jawabku dengan sedikit
berbohong. Aku berharap Bang Rendy bukan pria kasar yang memperkosa korbannya
dengan brutal dan menbuatku menangis kesakitan.
“Tenang sayang, abang bakal
pelan-pelan, memang tidak mudah menerima kontol sebesar ini di lobang pantat”, Bang
Rendy memegang kontolnya dan menghadapkannya ke arahku.
Kemudian aku menghadap ke arah Bang
Rendy lagi dan seketika entah dari mana Bang Rendy melumat bibirku dan
menciumku penuh gairah, tapi pelan dan tidak berlebihan. Kontolku yang belum
crot masih keras dan semakin keras menerima treatment
bibir dari Bang Rendy.
“Hmmmuah”, suara Bang Rendy melepas ciuman
kita, “ternyata begitukah rasa pejuku, pantesan kamu telan semuanya,” imbuh Bang
Rendy yang merasakan sisa pejunya dimulutku.
“Bang, please, pelan-pelan yaaa, aku
bakal ngasih apa aja ke abang, lubang mana aja ke abang asal jangan dikasarin”
jawabku takut.
“Tenang saja sayang, abang bukan
hewan yang nge-sex seenaknya dan sepuas diri sendiri, lagi pula kamu orang
pertama yang mau abang fuck lubang pantatnya,” ujarnya.
Apa?, ini
baru kali pertama Bang Rendy fuck lubang pantat. “Abang serius?” Tanyaku penasaran.
“Jujur saja sayang, kamu pria
pertama yang menikmati tubuhku, beberapa kali aku sex dengan wanita, tapi tidak
aku sadari bahwa dengan pria seimut dirimu ternyata lebih nikmat”, jawab Bang
Rendy. “dan belum lagi, wanita tidak menghargai ototku lebih dari caramu
menghargainya, dan abang suka itu”. imbuhnya. “Kamu meningkatkan kepercayaan
diri abang, kejantanan abang, kegagahan dan keperkasaan abang, dan belum lagi
kamu pandai menyemangati abang ketika latihan”. Ujarnya lagi dengan senyum di
bibir, kini kedua tangan Bang Rendy berada di belakang pinggangku dan sedikit
demi sedikit mendorongku menuju ke arahnya.
“Aku suka abang
dari pertama lihat foto abang di instagram sore tadi” jawabku jujur.
“Jadi kamu sudah pernah liatin
fotoku sebelumnya bukan begitu? Kamu suka?”, ucap Bang Rendy .
“Aku tergila-gila sama abang dari
pertama melihat foto abang, bermimpi bisa bersama abang.” Jawabku
malu-malu dengan pipi
kemerahan.
“Tidak apa, wajar kalau kamu suka,
lagi pula ototku di pahat biar ada yang suka, dan abang sangat senang menemukan
orang yang menyukainya seperti dirimu,” ujar Bang Rendy menatapku dalam dalam.
Aku mengubah pandanganku ke arah
dada Bang Rendy yang tidak jauh dari mataku. Karena Bang Rendy memang lebih tinggi
dariku, dada Bang Rendy tepat berada didepan leherku.
“Mau itu?” Tanya Bang Rendy sembari
memelukku.
Aku mengangguk
pelan.
“Silakan sayang, otot abang, badan
abang punyamu,” Bang Rendy berkata jujur dan melonggarkan pelukannya.
Aku menurunkan
kepalaku sedikit dan mulai menjilati dan menghisap puting dada Bang Rendy yang
berotot itu. Bang Rendy mendesah keenakan dan mendesah terus.
Aku menungkatkan intesitas dan
berpindah dari puting kanan ke puting kiri, kedua tanganku menuju kontol Bang
Rendy dan memegangnya, itupun masih sisa kepalanya, aku menyadari kontol Bang
Rendy memang panjang dan besar sekali. Kemudian aku berhenti sejenak dari dada Bang
Rendy menatap kontolnya yang mulai keras lagi.
“Bentar lagi itu akan liar lagi”,
ujar Bang Rendy senang melihatku memainkan kontolnya, “besar kan?” Timpanya.
“Aku suka yang besar dan berurat
seperti punya abang” jawabku jujur. Melanjutkan permainan di puting Bang Rendy.
Beberapa menit kemudian, kontol Bang
Rendy sudah keras maksimal kembali. Matanya merem dan mendesah keenakan. Bang
Rendy menaruh tangan kiri di bokongku dan meremasnya. Tangan kanan di belakang
kepalaku mengelus elus karena suka aku menjilati putingnya.
“Terus sayang, puasin abangmu” ,
ucap Bang Rendy.
“Bang, please, perkosa aku bang, aku
sudah ga tahan”, kontolku precum lagi dan memang sudah siap meledak.
Bang Rendy membuka mata dan
tersenyum menatapku yang sedang bergairah maksimal.
“Ambil
lotion”, suruh Bang Rendy.
“Kondom juga?”, tanyaku ganti.
“Ga usah,
lotion aja, abang pengen crot di dalam,” ucap Bang Rendy.
“Abang serius?”
Tanyaku bingung
“Lakuin aja yang abang suruh”,
jawabnya.
“Asiikk, crot di dalem”, aku
tersenyum dan berjalan menuju meja di samping kasur dan membuka laci untuk
mengambil durex lotion. Bang Rendy memainkan kontolnya dan mengocoknya sedikit
sedikit untuk membuatnya semakin keras.
Aku berjalan menuju arah Bang Rendy
dan menyerahkan lotionnya ke Bang Rendy, kemudian aku melepas kaos, boxer, dan
celana dalem, masih memakai singlet. Aku memposisikan diri terlentang di kasur
menghadap ke atas di depan Bang Rendy sementara Bang Rendy melumasi kontolnya
dengan lotion. Setelah posisiku siap, Bang Rendy mengambil lotion ke tangannya
dan melumaskannya ke lubang pantatku.
“Ahhhh,” desahku.
“Siap?” Bang
Rendy bersiap memperkosaku.
Kurasa tidak
ada jawaban lain selain bilang “siap bang”.
Aku memejamkan mata ketika Bang
Rendy mulai memasukan kontolnya ke lubangku, kakiku di samping pinggangnya.
Aku kesakitan dan merintih “ahhh,
sakit bang”, tapi Bang Rendy masih menekan terus sembari membungkuk dan
memelukku dan berbisik “abang milikmu dan kamu milikku, kalau malam ini abang
senang, abang janji bakal jadiin kamu pacar abang,”, aku benar benar tidak
percaya dengan apa yang kudengar. What?. Bang
Rendy mau jadi pacarku kalau aku bisa memuaskannya. Kalau begitu aku harus
tahan. Toh ini demi memuaskan abangku.
Bang Rendy menaruh tangan kirinya
dibelakang kepalaku dan tangan kanannya masih memegang kontolnya berusaha masuk
ke lubangku.
“Aku rela bang, aku rela”, ucapku
berbisik ditelinganya.
Bang Rendy tampak senang dan tidak
ragu memasukan kontolnya lagi.
“Kamu suka otot abang kan?,” tanya Bang
Rendy.
“Tentu bang, pasti” Jawabku.
“Jilatin bicep abang selagi abang
masukin, itu bakalan bikin kamu rileks”, Bang Rendy menaruh bicep kirinya
didepan mukaku. Tanpa berpikir panjang aku melumat menciumi dan menjikati bicep
Bang Rendy, tanpa disadari ternyata separuh kontol Bang Rendy sudah didalam
lubangku.
“Iya sayang, itu punyamu,” Bang
Rendy menflex bicep kirinya dan terus mendorong kontolnya sampai aku menyadari
ada yang mentok dan menyentuh prostatku. Aku mendesah kencang, “ahhhh
uhhhh enak bang”.
“Syukurlah kamu dah nyaman dan suka,”
Bang Rendy mulai berdiri tegak lagi dan menarik kontolnya pelan pelan. Aku
mensesah keenakan. Setelah kontol Bang Rendy hampir lepas. Bang Rendy
mendorongya dengan cepat ke dalam lagi. “Slurrrppp”,
“ahhhhhh,” jeriku, sakit dan bercampur enak. Bang Rendy mengulangi gerakannya
beberapa kali dan aku masih mendesah kesakitan sampai kemudian semua sakit
berubah menjadi nikmat. Aku merelakan sakit seperti apapun demi Bang Rendy.
Aku mendesah keenakan “ahhhh”, “uhhhh”
dan merem melek selagi Bang Rendy memperkosaku dengan kontol kudanya.
Tak lama setelah melihat reaksiku
keenakan. Bang Rendy mempercepat gerakannya dan menciptakan bunyi “pluk pluk”
setiap kali badan Bang Rendy bertemu dengan bokongku. Semakin lama semakin
kencang sampai pada akhirnya aku tenggelam dalam kenikmatan dan kita berdua
saling bertatapan mendesah keenakan satu sama lain.
Bang Rendy menabok bokongku
bergantian selagi memperkosaku bolak balik.
“Terus bang, gagahin aku bang,” “Tunjukin
padaku keperkasaan Bang Rendy yang sesungguhnya,” ujarku penuh nafsu.
“Yeah sayang, ohhh yeahhh, saksikan
pria perkasa menunggangimu sayang, lihat seberapa gagahnya abangmu ini diatasmu”,
Bang Rendy membalas dengan nafsu yang meluap luap, keringat Bang Rendy
menbanjiri tubuh kami berdua, seksi sekali. Aku mengambil keringat di perut Bang
Rendy dan aku gunakan untuk mengocok kontolku sendiri dengan tangan ku yang
dipenuhi keringat Bang Rendy.
“Yeah sayang, itulah keringat pria
sejati sayang, hanya pria sejati yang menungangi pria lain tanpa ampun,” Bang
Rendy mulai berkata-kata penuh nafsu.
Bang Rendy
melalukan double bicep selagi memperkosaku bolak balik. Luar biasa gagah di
atasku.
“Gagah banget bang, ga ada pria
lebih gagah dari Bang Rendy,” ucapku kagum dengan kegagahan Bang Rendy.
“Iya sayang, lihat abangmu ini,
binaraga nomer satu, binaraga paling kuat, pria paling gagah sekaligus perkasa
menunggangimu tanpa ampun,” Bang Rendy mulai bersiap berpose most muscular.
Tangan kananku mengocok kontolku dan tangan kiriku meraba raba otot Bang Rendy
yang dipenuhi keringat layaknya sehabis mandi.
“Bangg, ampun bang, abang gagah
tiada tanding, abang perkasaaaaa”, aku mulai precum hebat.
Bang Rendy menyukai reaksiku dan
memegang pinggangku dengan kedua tangannya dan mempercepat gerakan maju
mundurnya.
“iya sayang, ini lah wujud kegagahan
yang sebenarnya” Bang Rendy semakin menjadi jadi, genjotannya semakin cepat.
“ga sia sia aku
latihan keras mahat otot”, badan Bang Rendy semakin berkeringat, otot ototnya
mengencang dan gerakan maju mundurnya semakin cepat diiringi desahan kami
berdua.
“ahhh, uhhhh”, aku mendesah
hebat.
“Enak sayang? Yaaah terus mendesah
sayang, buat abangmu seneng”, Bang Rendy masih menunganggi lubangku.
Bang Rendy kemudian membungkuk dan
memelukku, meletakkan kedua tangannya di punggungku, lalu menarikku dengan
entengnya. Badanku terangkat, dengan spontan aku merespon dengan melingkarkan
kedua lenganku ke belakang leher Bang Rendy dan berpegangan. Bang Rendy menggondongku
dengan kontol masih tertanam di lubang pantatku. Sakit sekali rasanya pantatku
seperti robek.
‘plok plok plok’ suaranya semakin keras ketika posisi
ku digendong Bang Rendy dan dengan perkasanya Bang Rendy masih menggenjotku
naik turun.
“Ahhhh, supermankuuu”, aku mendesah
sambil berbisik ke telinga Bang Rendy.
Ekspresi Bang Rendy semakin dipenuhi
nafsu dan terus menggenjotku naik turun. Kakiku melingkar dipinggang Bang Rendy
sementara kini tangan Bang Rendy memegangi bokongku.
Setelah genjotan yang semakin cepat
, tanpa sengaja kontol Bang Rendy lepas. Bang Rendy menaruhku di atas kasur dan
menciumku penuh nafsu. Bibir kami saling bertempur, lidah Bang Rendy
mengeksplor mulutku.
Bang Rendy meletakkan kakiku
dipinggangnya lagi.
Bang Rendy menusuk lubangku lagi
dengan kontolnya dengan hati-hati.
“gagahin aku lagi bang, gagahin aku”,
pintaku ketika Bang Rendy sudah berhasil memasukan kontol kudanya ke pantatku
lagi.
“sekarang kamu tahu betapa jantannya
abangmu kan? Gada pria lain seperkasa abangmu”, Bang Rendy memang tampak gagah,
semakin gagah dengan kontol menancap di lubangku. Badannya berkilau keringat,
ototnya semakin tampak nyata layaknya dipanggung kontes binaraga.
“Bang Rendy,
genjot lagi, keluarin bang, plis, di dalem sekarang”, pintaku tidak
sabar.
“ayo tempur lagi”, Bang Rendy berkata dengan senyum.
Tangan kanannya memegang bahuku, tangan kirinya memegang pinggangku. Tanganku
masih memegang kontolku dan mengocoknya.
Bang Rendy menggenjotku lagi, kali ini
iramanya berubah. Bang Rendy menggenjotku dengan kasar. Layaknya tentara sedang
bertempur dengan musuhnya.
“inilah keperkasaan maksimal sayang,
bikin pria lain klepek-klepek ampun minta diperkosa”,. Bang Rendy menaruh kedua
tangannya ke belakang kepala , terpampang nyata tubuh v shape bang randy.
Ketiak yang dilengkapi bulu bulu halus terpampang nyata. Bau kejantanan pun
tercium dihidungku. Merangsangku semakin dalam.
“croting bang,
di dalem. Penuhin lubangku dengan peju Bang Rendy”, pintaku sudah tidak kuat.
Kontolku sudah siap-siap muncrat.
Bang Rendy meletakkan tangannya di
sebelah badanku, kiri dan kanan dan meringis keenakan.
Tak lama kemudian Bang Rendy
mengeram kenikmatan “aanjiiingggg, fuck, rasain ini sayang”, Bang Rendy merem
dan menghadap ke atas, pejunya muncrat hebat di dalam lubangku berkali kali.
Aku pun penuh nafsu melihat ekspresi muka keenakan Bang Rendy dan kemudian crot
peju ke singlet dan kasur. Aku mendesah kenikmatan hampir bersamaan dengan Bang
Rendy.
Kami berdua berhenti dan bernafas
berat, ngos -ngosan dan berkeringat.
Bang Rendy membungkuk dan menciumku.
Kami berdua berciuman penuh nafsu beberapa lama sampai kemudian Bang Rendy
bangun dan menarik kontolnya. Sebagian peju keluar dari lubang pantatku karena Bang
Rendy muncrat sangat banyak sekitar 12-13 kali.
Bang Rendy lantas tidur terlentang
disamping kananku dengan nafas ngos-ngosan dan keringat yang masih mengalir.
Kemudian dia membentangkan tangannya ke atas dan menaruhnya dibelakang
kepalanya, bulu ketiak halusnya basah karena keringat dan berbau jantan sekali.
Aku mendekat dan tidur diatas ketiak Bang Rendy dengan muka menghadap wajah Bang
Rendy
Bang Rendy menoleh dan mencium
keningku. “Makasih sayang, kamu memang sayangku,” Bang Rendy mencium keningku
lagi.
“Makasih juga bang”, aku tidur
diatas ketiak Bang Rendy tanganku di atas dadanya. Bang rendi kemudian
memindahkan lengannya ke bawah kepalaku dan memelukku.
“Resmi pacaran ya,” ujar Bang Rendy
sambil memejamkan mata dan langsung tertidur.
Aku tersenyum sekaligus kaget. Aku
cium pipi Bang Rendy dan akhirnya ikut tertidur.
Kami berdua tertidur dengan bau peju
dan keringat masih memenuhi ruangan.
Bersambung
Note : Admin akan
post episode selanjutnya setelah ada beberapa komen di postingan ini atau
target view sudah tercapai.
Terima Kasih,
Salam. Admin MuscleWorshipID
< !- START disable copy paste -->
(pencegah plagiarisme)

Lanjut min
BalasHapusLanjutkan min
BalasHapus